Akibatnya, mobil jenis sedan Toyota Agya berwarna silver dengan Nopol BGxxxxAC milik RS saat ini berada dikantor perusahaan pembiayaan PT. BF di Palembang setelah pihak BF menahan atau menyita kendaraan tersebut pada Jum'at (15/07/22) kemarin.
Berikut krologi kejadian yang disampaikan kepada Wartawan ini dikediamannya di Kayu Agung. Dengan tanpa konfirmasi dan tanpa pemberitahuan bahkan surat resmi sebelumnya, tiga orang yang mengaku collector suruhan PT. BF mendatangi kediaman Ahmad (Anak kandung RS) di Talang Jambe Palembang sekira Pukul 16.00 Wib Jum'at (15/07/22) sore.
"Dengan berbagai dalih dan iming - iming, kemudian ketiga kolektor tersebut mengajak anak saya (Ahmad) untuk membawa kendaraan tersebut kekantor BF di Palembang,
"Setibanya dikantor BF anak saya diduga dipaksa menandatangani surat surat yang sudah disiapkan oleh pihak BF, "kata RS.
Lanjutnya, setelah penandatanganan selesai, Ahmad disuruh pulang oleh pihak kolektor dan petugas Bukopin dengan tanpa membawa kendaraan. "Setelah kejadian itu, barulah anak saya memberitahukan kepada kami prihal kejadian tersebut. Hingga saat ini kendaraan (Mobil) milik kami ditahan dikantor BFdi Palembang, "terang RS.
Adapun menurut RS, kejadian tersebut diduga disebabkan keterlambatan pembayaran cicilan angsuran kendaraan. Namun dikatakannya, keterlambatan angsuran kendaraan bukanlah hal yang disengaja melainkan dampak dari kondisi pandemi Covid-19 lalu.
"Kami akui, pembayaran cicilan kendaraan kami memang beberapa kali terlambat, akan tapi saat ini kami masih ada itikad untuk tetap melunasi tiap bulan kewajiban kami dalam membayar angsuran dengan nominal Rp 2.396.000 per- bulan dengan jangka selama 48 bulan. Sementara sejauh ini cicilan kendaraan itu sudah 23 kali dibayar, "tutur RS.
Menurutnya, terakhir pembayaran cicilan bulan kemarin tepatnya dibulan Juni 2022. Namun pihaknya menyayangkan tindakan pihak perusahaan BF tanpa pemberitahuan atau surat resmi terkait penarikan, terlebih penyitaan tersebut bukan di alamat kediaman yang tertera pada berkas kesepakatan kredit.
"Kami berharap pihak Pembiayaan PT. BF lebih mengerti dan memahami kondisi ini memingat awal keterlambatan cicilan kami disebabkan situasi pandemi yang lalu. Dengan ini kami mohon agar kiranya dapat diberikan solusi yang terbaik terkait permasalahan tersebut dan dapat mengembalikan kendaraan yang disita,"harap RS.
Menanggapi permasalahan ini, Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Lembaga PKPI Sumatera Selatan melalui Ketua Team Investigasi, Duti Eka Saputra menegaskan bahwa ada kesalahan dalam prosedur penarikan kendaraan yang diduga dilakukan oleh pihak debt collector perusahaan pembiayaan tersebut.
Karena menurutnya, jika ada debitur yang menunggak cicilan kendaraan, maka keharusan pihak collector untuk mengkonfirmasi debitor yang tertera pada berkas kesepakatan dengan mendengar keluhan dan memberi solusi terbaik pada debitor, serta memberikan surat semacam peringatan.
Namun jika pihak leasing merasa harus menarik unit kendaraan tersebut, pihak perusahaan pembiayaan wajib mengajukan permohonan eksekusi pada Pengadilan Negeri, dengan turunnya surat dari PN itu barulah pihak perusahaan bisa menyita atau menarik unit kendaraan dimaksud.
"Tentu bukan melalui pihak collector suruhan untuk menarik kendaraan itu, terlebih hal ini dilakukan bukan di rumah yang bersangkutan. Kan bisa saja ini diduga perampasan atau meminta secara paksa untuk mengembalikan unit kendaraan ke kantor pembiayaan. Tentu itu tidak dibenarkan, "ucap Duti.
Dijelaskan Duti, sesuai yang tertuang pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020, perusahaan pemberi kredit atau kreditur (leasing) tidak bisa mengeksekusi obyek jaminan fidusia atau agunan seperti kendaraan atau rumah secara sepihak.
Perusahaan pembiayaan harus terlebih dahulu meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri untuk bisa menarik obyek jaminan fidusia. Namun, perusahaan leasing tetap bisa menarik jaminan dari debitur penunggak cicilan dengan syarat pihak debitur mengakui adanya wanprestasi.
"Sepanjang pemberi hak fidusia (debitur) telah mengakui adanya “cidera janji” (wanprestasi) dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi obyek dalam perjanjian fidusia, maka menjadi kewenangan sepenuhnya bagi penerima fidusia (kreditur) untuk dapat melakukan eksekusi sendiri (parate eksekusi),"tegasnya.
"Untuk itu kami minta pihak perusahaan memberikan solusi terbaik kepada debitur yang dalam hal ini merasa dirugikan, terhitung sudah hampir puluhan juta rupiah uang pembayaran yang diangsur oleh debitur, "pinta Duti.
Namun disamping itu dia mengatakan akan segera mengkonfirmasi kebenaran terkait hal ini jika tidak ada solusi terbaik. "Dan apabila memang ditemukan kesalahan dalam prosedur penarikan, maka pihak kami akan melanjutkan ke proses hukum.
Wartawan inipun mencoba mengkonfirmasi salah satu pegawai dari Perusahaan Pembiayaan BF berinisial IN dengan menggunakan via whatshapp dinomor telpon +62 813-7758-XXXX , Sabtu pagi (16/07/2022).
"Kemarin sore pada hari jum'at memang ada penitipan kendaraan roda empat dikantor BF di Palembang, yang dilakukan oleh pihak eksternal atau pihak ketiga, coba bapak hari senin besok datang ke kantor BF di Palembang untuk mengkonfirmasi, hari ini (Sabtu) kantor tutup pak, "Ucapnya sembari mengakhiri pembicaraan via Whatshapp.
(GaniAsmadi)
إرسال تعليق